Sabtu, 20 Desember 2008

Menanam Yakin, Menuai Izzah

Oleh : KH. Rahmat Abdullah

Suatu hari, di hadapan panglima Rustum. Para penasehat Panglima Rustum telah membuat gapura pendek. Tujuannya jelas, agar panglima Muslim, Ribi bin Amir terpaksa menghadap kepada Rustum dengan cara membungkuk. Ini cara lain untuk membuat kehinaan. Namun, apa yang membuat Ribi bin Amir tidak langsung saja maju ke hadapan Panglima Rustum dengan membungkukkan kepala? Hanya dalam hitungan detik, Ribi memutar tubuhnya dan membungkuk. Akibatnya sangat fatal bagi sang Rustum. Ribi bin Amir telah datang dengan benar-benar membungkuk, namun mendahulukan belakang tubuhnya.

Sebagai kisah mungkin hal ini masih dapat diperdebatkan, namun ribuan fakta masa kini dan masa lalu serta masa depan, insya Allah, menunjukkan bahwa hal semacam itu bukan barang langka di dunia kita. Inilah kasus tuan makan senjata. Jangan cobacoba memberi hina kepada pemilik izzah, karena Ia akan balik mengembalikan hina kepada penghinanya, tanpa delik hukum. Yang lahir dalam badai tak takutkan raungan angin. Yang selalu menggenggam api jangan ancam dengan percikan air. Tanpa izzah imaniyah, sukar membayangkan seorang Sayid Quthub menggoreskan bait-bait tegar yang kerap dilantunkan anak-anak muda di hampir seluruh dunia: Saudaraku, engkau merdeka di balik penjara Saudaraku, engkau merdeka dihimpit belenggu Bila kepada Allah engkau berjaga Makar musuh takkan dapat mencederaimu

Izzah & Jiwa Merdeka

Setelah penat tak menemukan bukti kesalahan yang ditimpakan kepadanya, suatu saat pihak kejaksaan yang memeriksa Sayid Quthb menyodorkan selembar surat pengakuan dosa, seraya permohonan maaf yang mereka minta agar ditandatangani Sayid. Apa jawab Sayid Quthb? “Jari telunjukku yang setiap hari bersaksi akan keesaan Allah, terlalu hina untuk mau menulis suatu pengakuan yang tak pernah kulakukan. Bila aku dihukum secara benar, aku rela dengan hukum kebenaran. Bila vonis dijatuhkan secara bathil, aku terlalu hina untuk meminta belas kasihan dari (pemerintah) yang bathil.”

Dalam belantara perjuangan Islam, mudah menemukan suatu gerakan yang lincah melangkah, cepat berkernbang dan inovatif dalam gagasan, namun tak semudah itu melihat yang bertahan dalam keaslian (ashalah). Demikian halnya kita masih dapat menemukan gerakan yang konsisten dalam keasliannya namun tidak otomatis lincah bergerak, cepat berkembang dan inovatif dalam gagasan. Semoga ini tidak ada hubungannya dengan hal keterasingan (ghurbah) dan orang-orang ghuraba di akhir zaman. Kita hanya tahu dari penda’wah agung, Rasulullah saw adab-adab dan kiatkiat da’wah, yang dengannya jaminan-jaminan keberhasilan menjadi lebih nyata. Ia tidak berkaitan dengan kapan itu akhir zaman, kecuali sedikit isyarat yang lepas dari angka tahun, bulan atau tanggal.

Keajaiban Sejarah

Ajaib cara Allah mendesain sejarah untuk mereka yang tanggap akan isyaratnya. Semoga ibunda nabi Musa AS tetap teguh hati melaksanakan perintah Allah untuk melarung bayinya, seandainya pun ia diberi tahu anak sejarah ini akan menerobos sejak dini hari ke sarang musuhnya di istananya: Firaun la’natullah ‘alaih. Kisah keyakinan dan keteguhan ini juga berlaku ketika Ibrahim alaihissalam tak lagi peduli bagaimana ia meninggalkan bayinya yang baru lahir ke dunia di kesenjaan usianya yang menginjak tahun ke 85 dan merelakan isterinya yang sangat dikasihinya. Ia cuma punya satu pilihan, meninggalkan mereka di lembah yang tak bertanaman di sisi rumah-Nya yang dimuliakan (Qs. Ibrahim: 37). Selebihnya adalah sebuah blue print kepastian yang tak pernah terlawan. Jalan-jalan kemenangan yang otak picik kita kerap memandangnya sebagai jalan zigzag dan adegan yang menegangkan.

Nabi Nuh alaihissalam bukan hanya sekadar yakin da‘wahnya yang nampak melawan arus, bahkan tercermin dari kelakuannya yang membangun bahtera di dataran tinggi. Ia pun mampu menjawab dengan penuh yakin “Bila kini kalian mengolok-olok kami, kamipun kelak akan mengolok-olok kalian sebagaimana kalian hari mengolok-olok kami (Qs. Hud: 38), jauh sebelum segalanya menjadi terang dan banjir masih lama lagi datang. Menahem Begin, teroris dan mantan perdana menteri Israel, sengaja datang hari Jum’at untuk mengikuti acara pemakaman presiden Anwar Sadat. Konon dia rela tidur di tenda pasukan pengaman presiden, padahal jarak tanah rampasan tempat tinggalnya dengan pemakaman dapat dijangkau dalam beberapa menit. Pasalnya, orang Yahudi tidak boleh naik kendaraan pada hari Sabtu. Beberapa negarawan Yahudi berjalan beberapa mil, waktu pemakaman salah seorang sahabat mereka, karena hari Sabtu itu mereka tidak boleh naik kendaraan, menyalakan lampu, dan larangan-larang lainnya.

Orang-orang Yahudi itu tidak nyaman bila tidak komitmen dengan ajaran keyahudiannya. Harusnya semua ini menjadi cermin bagi sejumlah kalangan yang merasa tak nyaman memenuhi komitmen keislaman dan lebih bangga dengan perdikat lainnya.

The Man Behind The Gun

Ajaib ummat yang punya kitab sempurna, tak bisa dirusak oleh kebathilan dari arah manapun datangnya. Mengapa begitu terpuruk citranya oleh para penganutnya. Kecuali pada momen-momen kekerasan yang dilakukan terhadap ummat, selebihnya militansi adalah sesuatu yang naif, tabu dan sia-sia. Krisis keyakinan telah melanda,diawali oleh krisis informasi, krisis ilmu. Yang berilmu juga terkikis kemauan berjuangnya oleh keberuntunan kegagalan, baik kegagalan pribadi dalam mengaplikasikan nilai-nilai Islam, maupun kegagalan kolektif oleh kebutaan kolektif akan panduan, dan keputusaasaan kolektif akan kembalinya izzul Islam wal Muslimin. Inilah su-uzzhan (buruk sangka) kepada Allah yang telah begitu parah.

Alkisah, suatu hari Khalifah II Umar bin Khatthab ingin melihat pedang seorang mujahid legendaris yang pedangnya bagaikan baling-baling mencukur habis kepalakepala musuh. Setelah sejenak memandanginya, ia kembalikan pedang itu. Bagaimana kesan khali-fah melihat pedangku?, tanya si empunya pedang. “Beliau tidak nampak kagum,” jawab si pembawa pedang. Suatu hari pemilik pedang itu mengirim surat kepada Umar. “Demikianlah pedang yang Anda sudah dengar beritanya, wahai Amirul Muminin, hanya sayang saya tak dapat mengirimkan pedang itu dengan tangan yang menggerakkannya.” Hari ini pengaruh kemudahan dan fasilitas pemanjaan telah melenakan banyak kalangan. Bukan salah teknologi dan iptek, atau salah bunda mengandung, melainkan ketidakmampuan jiwa untuk memberontak dari belenggu nafsu dan kelemahan diri. Padahal sejarah tak pernah dibangun kecuali oleh tangan dan hati orang-orang yang yakin.

Bukan soal haq atau bathil, tetapi buah keyakinan itu tumbuh dari akar dan batang yang sehat dan kuat. Dengan keyakinan yang teguh, langkah yang mantap di atas bimbingan wahyu, dan semangat sabar berkurban, bangsa Arab yang tak pernah dikenal dalam peta dunia dan tak dilirik oleh penjajah manapun itu, akhirnya menjadi guru dunia yang arif, bijak dan adil.

Wallahu’alam

~oOo~



Tidak ada komentar:

Posting Komentar